Mobil dengan transmisi otomatik
semakin diminati, terutama di kota-kota besar dengan lalu lintasnya yang padat.
Kondisi itu bisa dipahami karena pengemudi tidak lagi capek mengoperasikan
kopling dan transmisi ketika laju mobil tersendat-sendat karena macet. Meski
begitu, mobil dengan transmisi otomatik tersebut juga dikeluhkan oleh pemilik
kendaraan, antara lain boros bahan bakar dan kampas rem.Mengapa mobil dengan
transmisi otomatik boros akan bahan bakar? hal ini dikarenakan torque converter
tetap berputar disaat mobil berhenti, artinya mesin membutuhkan bahan bakar
lebih banyak dibandingkan dengan mobil yang menggunakan transmisi manual.
Faktor ini juga menyebabkan mobil dengan transmisi otomatik menimbulkan gejala
merayap di saat berhenti dengan tuas gigi berada di D dan pedal rem tidak di
tekan.
Banyak pemakai kendaraan dengan
transmisi otomatik hanya selalu menggunakan tuas gigi berada di D dan tidak
pernah menggunakan overdrive atau OD. Padahal dengan memanfaatkan overdrive
atau OD, konsumsi bahan bakar bisa di irit.
Kampas rem pada mobil dengan
transmisi otomatik setiap 20.000 km harus sudah di ganti dengan yang baru.
Sedangkan mobil dengan transmisi manual membutuhkan waktu yang agak lama yaitu
setiap 50.000 km.
Hal tersebut disebabkan,
pengemudi hanya menggunakan tuas gigi hanya berada di D dan tidak pernah
memanfaatkan gigi D2 atau L. Terutama saat meluncur di turunan. Akibatnya,
pemanfaatan engine brake sangat jarang atau tidak pernah sama sekali untuk
memperlambat laju atau menghentikan mobil, hanya mengandalkan dari rem saja.
Otomatik bukan berarti
membebaskan pengemudi tidak perlu ganti gigi dan injak kopling. Pada kondisi
tertentu, misalnya untuk berakselerasi (OD OFF), saat meluncur di jalan bebas
hambatan (OD ON), berhenti di lampu merah N, berada di jalan menurun D2 atau
L.Ingat, posisi D3, D2 dan L pada pemindah gigi bukan sekadar panjangan, tetapi
mempunyai fungsinya masing-masing.
Cara
Benar dengan Transmisi Matik
Saat ini kemacetan sudah menjadi menu tetap tiap
pengendara. Karena terlalu rapat, sebentar-sebentar musti injak rem. Over
transmisi, lalu gas lagi, rem lagi. Bikin kaki dan tangan pegal-pegal. Makanya,
kendaraan dengan transmisi otomatis makin digemari. Cocok dengan jalur yang
penuh kemacetan.
Memang menyenangkan. Namun,
gunakanlah transmisi otomatis dengan benar. Bila tidak, salah satu akibatnya
seperti yang dikeluhkan oleh seorang customer. Ada sedikit masalah pada
transmisi otomatis mobilnya. Seperti ada yang mengganjal tiap kali akan
menggeser stik transmisi dari R (mundur) ke P (parkir).
Bukan mustahil bila penyebab
kasus ini adalah karena kerusakan pada lock pawl. Untuk menghindarinya,
ikutilah gaya berkendara seperti ini:
Sehabis mundur (R), jangan
langsung pindahkan transmisi ke posisi P (parkir) sebelum kendaraan berhenti.
Sebaiknya, penggunaannya lebih halus. Berhenti dulu
sebelum memindahkan ke posisi P. Bila tidak, dapat mengakibatkan kerusakan pada
sistem penguncian transmisi otomatis (lock pawl). Komponen ini dapat aus lebih
cepat. Bila tidak diperbaiki, dapat menimbulkan suara kasar dan membuat macet
perpindahan stick transmisi.
Padahal, lock pawl pada sistem
transmisi otomatis sangat penting. Komponen ini dapat mencegah kendaraan `loncat`
pada saat mesin distarter. Selain itu, lock pawl ini juga berfungsi sebagai
pengunci as output transmisi. Sehingga, pada saat diposisikan `P` (parkir)
kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali. Artinya, tanpa perlu menarik handle
handbrake pun mobil bertransmisi matik yang diparkir tidak akan maju mundur
sendiri.
Nah, tergantung tingkat keausan
lock pawl. Bisa saja dua fungsi penting tadi sama sekali hilang jika lock pawl
rusak parah. Dan menggantinya perlu membongkar transmisi lebih dulu. Pasti lebih
merepotkan. Jauh lebih aman bila kita mencegahnya dengan menggunakan transmisi
otomatis secara halus.
Memanfaatkan
Engine Braking saat Berkendara dengan Mobil Matik
Pada dasarnya engine braking
tetap dapat digunakan pada mobil automatic (matic). Pemanfaatan engine braking
yang dapat membantu menghemat kanvas rem bisa diperoleh dengan melakukan
pemindahan tuas transmisi ke posisi transmisi yang lebih rendah (downshift).
Setelah menginjak pedal rem dan kecepatan mobil berkurang, geserlah tuas
transmisi dari posisi D (DRIVE) ke:
1. Ke posisi “3”, atau OFF-kan
fungsi OVERDRIVE / OD pada transmisi yang masih menggunakan OVERDRIVE manual
(dengan cara menekan tombol O/D yang terdapat pada tuas transmisi). Transmisi
akan turun ke posisi roda gigi ketiga dan tidak akan bisa pindah ke roda gigi
ke empat.
2. Pindah lagi ke posisi “2”.
Transmisi akan turun ke roda gigi kedua saat kecepatan kendaraan turun dengan
cepat ke kecepatan di bawah 90 ~ 80 km/j. Penggeseran ini membuat efek engine
braking lebih kuat.
3. Pindah ke posisi “L”.
Transmisi akan turun ke roda gigi pertama saat kecepatan kendaraan turun dengan
cepat ke kecepatan di bawah 40 ~ 30 km/j. Di posisi ini engine braking didapat
secara maksimum.
Lakukan ketiga hal diatas secara
berurutan dari yang paling tinggi ke roda gigi yang paling rendah.Prinsipnya
mirip dengan transmisi manual, engine braking diperoleh dengan melakukan
perpindahan ke transmisi yang lebih rendah. Angka kecepatan yang kami sebutkan
di atas harus disesuaikan pada masing-masing kendaraan (keterangannya ada di
buku pedoman pemilik).
Memang, dengan perpindahan ini
maka laju mobil agak terasa tersentak. Ini tanda engine braking bekerja.
Sentakan tersebut dapat semakin kita kurangi dengan memperhatikan kecepatan
mobil saat melakukan perpindahan posisi tuas transmisi.
Untuk kondisi jalan pada di medan
yang menanjak atau menurun, engine braking bisa kita dapatkan tanpa harus
memindah posisi tuas transmisi seperti diatas. Caranya adalah dengan
menjalankan kendaraan dengan posisi tuas transmisi pada posisi "2".
Posisi ini membuat transmisi tidak bisa berpindah dari posisi "2" ke
gigi yang lebih tinggi dan efek engine braking pada saat kita mengurangi
tekanan pedal gas akan lebih besar.
Atau bisa juga menggunakan posisi
"L" saat posisi kendaraan berhadapan dengan jalan yang menanjak atau
menurun curam (misalnya, di basement gedung). Pada posisi ini, gigi percepatan
hanya dapat bergerak pada posisi roda gigi 1 saja.
Tetapi, posisi "2" atau
"L" sebaiknya tidak digunakan dalam waktu yang lama. Kalau sudah
berada di jalan datar, segera pindahkan transmisi ke posisi “D”. Hal ini untuk
mencegah fluida transmisi dari mengalami overheating maupun kerusakan pada
transmisi.
Mengontrol
Kecepatan Bukan Sekadar Injak Pedal Rem
Pedal rem termasuk perangkat
penting yang pasti kita gunakan tiap kali berkendara. Meskipun sangat akrab dan
kita perlukan untuk mengontrol kecepatan kendaraan, ternyata penggunaannya
tidak cukup sekadar asal injak pedal rem. Ada teknik-teknik pengereman yang
sebaiknya kita kuasai.Di samping sebagai pengemudi kita harus mengatur jarak
aman agar terhindar dari tabrakan atau benturan di jalan, ada tiga poin yang
harus kita perhatikan saat melakukan pengereman.
1. Injaklah pedal rem secara
halus, bukan mendadak dan sekali tekan. Penginjakan yang mendadak memungkinkan
rem mengunci ban. Ini sangat berbahaya karena akan menyulitkan pengemudi dalam
mengontrol arah mobil. Bagi pengendara yang mobilnya sudah dilengkapi dengan
ABS (anti-lock braking system), ban terkunci akibat pengereman tidak akan terjadi
bila kondisi ABS dalam keadaan normal. Meskipun telah dilengkapi ABS, sebaiknya
menginjak pedal rem memang tidak secara mendadak. Kecuali, objek di sekitar
kita memang muncul secara tiba-tiba sehingga kita harus secara drastis segera
mengurangi laju mobil.
2. Jangan menekan pedal kopling
secara penuh saat menginjak pedal rem. Mirip dengan poin satu, jika pedal
kopling diinjak secara penuh, kita juga akan kesulitan mengendalikan laju
kendaraan dan efek engine braking menjadi tidak ada.
3. Bantu pengereman dengan
menggunakan engine brake. Caranya, selain menginjak pedal rem, setelah
kecepatan kendaraan turun lakukan juga penurunan perseneling ke gigi yang lebih
rendah. Engine brake membantu kita lebih menghemat kanvas rem.
Seperti disebutkan pada poin ketiga,
selain terkait dengan masalah keselamatan, teknik mengerem ini juga perlu kita
lakukan dalam rangka lebih memperpanjang usia komponen pada sistem pengereman,
terutama kanvas rem. Dan yang tidak kalah penting, usahakan tetap mengontrol
diri saat melakukan pengereman. Karena, pengereman akan sangat optimal bila
Anda tidak panik.
Mengenal Toyota Avanza Matik
Transmisi automatic 4-speed yang dipakai Toyota Avanza, baik
1.5 S matik dan 1.3 G Matik dan kelak 1.3 E Matik didatangkan utuh dari Jepang
dan bukan buatan Indonesia seperti transmisi manual Avanza. Kenapa harus dari
Jepang, baca terus tulisan ini.
Avanza matik menawarkan kenyaman
dan kemudahan terutama untuk penggunaan dalam kota karena kerja kaki kiri yang
mengoperasikan kopling sudah tidak ada lagi. Pengemudi hanya menggunakan kaki
kanan untuk menginjak pedal gas atau rem.
Manfaat lain, konsentrasi
pengemudi tidak terpecah-pecah. Bayangkan jika menggunakan transmisi manual di
tikungan macet menanjak . Pengemudi harus memutar roda kemudi, menekan gas,
menjaga pedal kopling, menoleh kanan kiri memantau situasi diluar, mengontrol
laju mobil dengan rem, berebut tempat dengan sepeda motor.
Lalu bayangkan dengan ini, kaki
di pedal rem mengontrol laju mobil, memutar roda kemudi. Beres! Mobil bergerak
sendiri dengan kecepatan rendah. Soal pindah gigi, menekan gas agar mobil
bergerak, menjaga pedal kopling, semua sudah di urus mesin dan sistem transmisi
matik. Pengemudi bisa sepenuhnya memantau situasi diluar dan mengarahkan
mobilnya agar aman.
Tentu saja ada harga yang harus
dibayar. Yang jelas konsumsi bahan bakar transmisi matik –bukan Avanza saja-
lebih boros dari manual. Dan kampas rem lebih cepat habis jika pengemudi malas
menggeser tuas ke posisi N jika berhenti dan malah menekan pedal rem seperti
kebiasaan di manual.
Anatomi transmisi matik berbeda
dengan manual. Transmisi manual terdiri dari kopling dan susunan gear. Kopling
bertugas memisahkan aliran energi dari mesin ke transmisi. Saat pedal kopling
ditekan, aliran energi di pisahkan. Saat itulah, tuas transmisi digerakkan
untuk memindahkan gigi-gigi sesuai kebutuhan. Pengemudi jadi otaknya, dia yang
menentukan kapan harus pindah gigi.
Pada transmisi matik, peran
kopling diganti torque converter. Tidak ada susunan gigi-gigi, penggantinya
adalah dua set planetary gear (untuk Avanza matik). Sedangkan perpindahan gigi
dilakukan sistem hidrolis yang disebut Hydraulic Control System(HCS). Otaknya
Electronic Control Transmission(ECT) yang dibisiki banyak sensor. Dia yang
memerintahkan HCS untuk menaik-turunkan gigi atau menjaga gigi diputaran
tertentu.
Torque conveter bisa disebut
kopling otomatis. Tidak seperti kopling yang harus menempel untuk menyalurkan
energi mesin, pada torque conventer tidak pernah nempel, energi dialirkan lewat
fluida. Anda bisa membayangkan dua buah kipas angin berhadapan. Yang satu
dihidupkan dan bilahnya akan berputar. Angin yang berhembus itu akan memutar
bilah kipas didepannya. Itu prinsip dasarnya. Nah, pada torque conveter, fluida
itu terperangkap dalam ruang tertutup. Jadi fluida yang mengalir akan kembali
ke bilah awal dengan energi lebih besar dari semula sehingga putaran yang
mengalir lebih kuat. Demikian seterusnya. Nah, selalu ada kondisi dimana mesin
sudah berputar tapi aliran fluida itu belum cukup untuk memutar sistem transmisi.
Disinilah biasanya bahan bakar terbakar percuma dan menurunkan efisiensi mesin.
Kerja planetary gears lebih rumit
dari sistem gears pada manual. Kerjanya harus ditemani ‘asisten’ yang betugas
mengerem/menahan gears dan bagian memutar. Kerja sistem dihidupkan oleh aliran
fluida yang berasal dari hydraulic control system. Panel dibagian bawah sistem
transmisi ini berupa jalur-jalur aliran fluida yang sangat rumit, halus dan
berliku-liku. Karena itu, untuk memproduksi transmisi matik harus dilakukan diruang
bebas debu. Karena satu debu saja bisa menyumbang satu pembuluh atau mengerosi
saluran. Di Indonesia belum ada pabrik seperti ini, jadi didatangkan utuh dari
Jepang.
Apa yang membedakan dengan
transmisi matik lainya.? Pada Toyota Soluna misalnya. Sistemnya masih murni
hidrolis-mekanis tidak dilengkapi sensor-sensor elektronis yang membantu
mengoptimalkan kerja transmisi. Sistem safety juga ditingkatkn. ”Misalkan jika
anda tidak sengaja memindahkan gigi dari D ke R,” Pada transmisi Avanza, tuas tetap pindah,
tapi sensor-sensor memberitahu ECT bahwa ini ’perintah ilegal’ yang harus
ditangani dengan hati-hati. Sistem akan memperlambat mobil lalu pada pada titik
aman, di kecepatan 3km/jam, baru benar-benar pindah ke gigi mundur. Pada
transmisi lama, ini fatal.
Avanza tidak dilengkapi dengan
overdrive switch. Overdrive artinya transmisi berputar lebih cepat dari putaran
mesin. Manfaatnya, mobil melaju lebih kencang. Mudharatnya, torsi sangat kecil.
Jika switch ini ditekan, sistem akan menahan supaya gigi tidak pindah ke
overdrive. Di Avanza fungsi switch itu digantikan dengan gigi 3. Jika tuas di
geser ke posisi 3, maka transmisi matik tidak akan pindah ke gigi empat yang
biasanya overdrive. Jadi bila melaju di tanjakan atau turunan, tuas dipindahkan
ke posisi ini untuk mendapatkan torsi. Jika dirasa kurang bisa pindah lagi ke
2.
Salah satu kelebihan Avanza Matik
adalah start yang smoth dan tidak ada hentakan. Ini karena muslihat yang
dilakukan ECT. Ketika start, ECT tidak memerintahkan hydraulic control system
untuk meminta planetary gear set merubah diri jadi gigi satu, tapi malah
langsung ke gigi 2. Namun ’pembakangan’ itu hanya sesaat saja. Begitu mobil
beranjak, langsung komposisi planetary gear berubah lagi ke posisi gigi 1 untuk
mendapatkan torsi maksimal dan bergarak penuh tenaga.
”Kerja transmisi automatic sangat
tergantung pada fluida yang dipakai atau disebut Automatic Transmission Fluida
(ATF). Jadi patuhi rekomendasi pabrikan untuk mendapatkan kinerja optimal,”
saran :Avanza menggunakan Dextron yang diganti tiap 40,000km.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar